Berikan masukan, kritik, saran, dukungan, berita, laporan warga + apa aja dech yg perlu di ketahui ame warga Depok ke email : walikotagaul@yahoo.com

Jumat, 09 September 2011

Mengkaji Dampak Keberadaan Universitas Indonesia terhadap Kota Depok dan Masyarakat Sekitar UI


Tidak disangka-sangka, Kota Depok yang dulu didominasi oleh perkebunan karet kini menjadi salah satu kota penyangga Ibu Kota Negara yang pesat pertumbuhannya. Memiliki salah satu universitas terbaik di Indonesia -Universitas Indonesia (UI)- di dalamnya, membuat beragam percepatan pembangunan terjadi di kota ini. Namun, apakah keberadaan UI ini benar-benar berdampak positif dan benar-benar dirasakan oleh masyarakat “kecil” yang tinggal di sekitar UI, seperti Kukusan Teknik (Kutek), Kukusan Kelurahan (Kukel), Pondok Cina (Pocin), dan Belakang Rel (Barel)?

Merujuk pada situs resmi Pemerintah Kota Depok, Depok yang berada di bawah Pemerintah Republik Indonesia resmi berdiri pada tahun 1981. Pada masa itu Depok masih berbentuk Kota Administratif, periode tersebut berlangsung selama 17 tahun dan pada periode inilah kampus Universitas Indonesia dibangun, tepatnya pada tahun 1987. Baru pada tanggal 27 April 1999, Depok berubah dari Kota Administratif Depok menjadi Kotamadya Depok. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh semakin pesatnya perkembangan kota dari berbagai aspek sehingga masyarakat menuntut perubahan status kota Depok agar pelayanan kepada masyarakat semakin maksimal. Di kemudian hari terbukti bahwa perubahan bentuk itu membawa banyak perubahan di segala aspek.

Ketika UI Mulai “Tumbuh,” Awal Arus Migrasi

Seperti telah dijabarkan sebelumnya, Kampus UI Depok dibangun pada masa periode Kota Administratif. Tidak berlebihan rasanya apabila dikatakan pembangunan Kota Administratif Depok kala itu ditemani pula oleh pertumbuhan dan pembangunan UI sehingga pertumbuhan keduanyasaling bersinergi.

Menurut Omas Bulan Samosir, Peneliti Lembaga Demografi dan Dosen FEUI, “Adanya UI mendorong aliran migrasi masuk dari luar Kota Depok ke dalam Kota Depok.” Para imigran yang bermigrasi menuju Depok memiliki banyak motif, mulai dari menjadi mahasiswa di UI, hingga mencari nafkah di Depok. Logikanya, ketika penduduk semakin padat, kebutuhan masyarakat akan bahan pokok pun semakin meningkat, hal ini yang membuat masyarakat banyak berpikir bahwa akan ada banyak kesempatan terbukanya lapangan kerja di Depok.

Mendongkrak Perekonomian


Divisi Penelitian BO Economica melakukan penelitian dengan 89 responden dipilih berdasarkan random sampling di sekitar wilayah Kukusan Teknik, Kukusan Kelurahan, Pondok Cina, Barel dan Kober untuk melihat dampak berdirinya UI terhadap masyarakat di sekitar UI, ditinjau dari segi sosial, lingkungan, dan ekonomi. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa 77% responden bukan merupakan penduduk asli kota Depok (Diagram 1). Responden yang kami wawancarai menyatakan bahwa kini pemukiman penduduk asli telah tergeser semakin ke belakang, sedangkan rumah-rumah kos serta toko-toko yang ramai berjajar di daerah yang langsung berbatasan dengan UI merupakan milik kaum pendatang.

Dalam diagram selanjutnya dapat dilihat beberapa alasan para pendatang memilih untuk pindah ke sekitar UI, yaitu karena alasan pekerjaan, ikut keluarga, mencari pekerjaan, dan lain-lain (Diagram 2). Dapat disimpulkan bahwa pekerjaan menjadi alasan utama responden pindah ke sekitar UI.


Dalam kerangka ekonomi, keberadaan UI yang mendorong pertambahan penduduk ini akan menimbulkan efek multiplier. Adanya peningkatan jumlah penduduk menimbulkan peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa sehingga memunculkan penawaran dari berbagai produsen, yang pada akhirnya menggerakan bermacam kegiatan ekonomi untuk menyelaraskan permintaan dan penawaran pada masyarakat Depok. Hal ini secara otomatis menciptakan lapangan kerja baru dan menstimulasi arus modal masuk ke Kota Depok. Roda perekonomian yang berputar cepat mengubah struktur perekonomian Depok yang awalnya didominasi oleh perkebunan dan pertanian, kini didominasi oleh sektor perdagangan barang dan jasa.


Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 74 persen atau hampir dari tiga per empat responden yang kami wawancarai menyatakan keberadaan UI memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan pendapatan mayarakat sekitar, hal ini disebabkan karena adanya UI memicu terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi para pencari kerja, seperti kos-kosan, rumah makan, warnet, dll. Di sisi lain hanya 1 persen responden menilai keberadaan UI memiliki efek negatif terhadap tingkat pendapatan. Sisanya sebanyak 25% responden menilai keberadaan UI tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan tingkat pendapatan atau sama saja (Diagram 3).


Semakin tingginya intensitas kegiatan perekonomian menjadi sinyal bahwa pendapatan dan kesejahteraan penduduk Depok meningkat. Dengan bertambahnya pendapatan penduduk, penerimaan Pemerintah Depok dari pajak penghasilan mau tidak mau ikut meningkat. Dengan begitu, pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur pun bisa ditambah. Dampaknya, selain kegiatan perekonomian semakin lancar, kesejahteraan warga Depok juga ikut terangkat. Perbaikan infrastruktur ini juga dirasakan oleh Suwandi, 40 tahun, warga Depok yang telah menetap sejak tahun 1994, “Meskipun sekarang tidak jarang dijumpai lubang-lubang di jalan, tetap saja sudah jauh berbeda dengan kondisi jalan tahun 1994.” Sebanyak 80% responden menyatakan bahwa ketersediaan fasilitas publik di Kota Depok kian membaik semenjak keberadaan UI. Hanya 6% responden yang menyatakan lebih buruk dan sisanya menyatakan bahwa keberadaan UI tidak memberikan pengaruh apa pun terhadap ketersediaan fasilitas publik di Kota Depok (Diagram 4).

Pengabdian Masyarakat Versi Universitas Indonesia

Bachtiar Alam, Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) UI, menjelaskan bahwa visi dan misi DRPM UI disesuaikan dengan visi dan misi UI sendiri, yakni menjadi world class research university. Akan tetapi bukan berarti pihak UI menomor dua-kan fungsinya yang kedua: Pengabdian Masyarakat.

Menurut Bachtiar, bentuk pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh pihak UI merupakan penerapan dari riset-riset yang telah dilakukan terlebih dahulu oleh dosen atau mahasiswa UI. Masalah muncul saat masyarakat yang berada di Kutek,Kukel, Pocin, dan Barel, ternyata mengharapkan UI memberi bantuan langsung kepada masyarakat tanpa birokrasi yang sifatnya memperpanjang bantuan tersebut bisa sampai pada mereka. Program yang diinginkan masyarakat misalnya penyuluhan kesehatan, penyediaan sekolah bagi masyarakat kurang mampu, dan hal-hal yang sifatnya bebas biaya.

Pada kenyataannya, pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh UI tidak terkonsentrasi pada masyarakat di sekitar UI saja, namun juga diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Salah satu bantuan yang diberikan adalah hasil riset terapan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kelangsungan hidup masyarakat. Tabel 1 menunjukkan sebaran cakupan wilayah hibah pengabdian masyarakat dari Universitas Indonesia pada tahun 2010 dimana mayoritas program terlaksana masih dilakukan di wilayah Depok.

Tabel 1

Distribusi Hibah Pengabdian Masyarakat Berdasarkan Cakupan Wilayah (2010)

Kota Jumlah Program Terlaksana
Depok 54
Jakarta 20
Maluku 1
Yogya 1
Papua 1
Jawa Tengah 6
NTT 1
Kal Bar 1
SumBar 1
Banten 4
Bekasi 3
Jawa Barat 10
Tangerang 1

Bachtiar menjelaskan pengabdian masyarakat yang dilakukan universitas harus dibedakan dengan pengabdian masyarakat yang dilakukan perusahaan. UI adalah lembaga riset. Oleh karena itu, jenis pengabdian masyarakat yang akan dilakukan adalah pengaplikasian riset tersebut dalam kehidupan masyarakat. Itulah mengapa masyarakat sekitar merasa tidak mendapat bantuan langsung dari UI.

Contoh konkret pengabdian masyarakat UI kepada masyarakat Depok adalah pembuatan perkebunan belimbing yang diprakarsai FMIPA UI, sesuai dengan slogan Kota Depok sebagai Kota Belimbing. Selain itu, dibuat pula laboratorium mini di daerah Limo, Depok, agar anak-anak SD bisa melakukan praktikum IPA dengan alat-alat yang memadai.

Sejalankah dengan Versi Masyarakat Sekitar UI?

Terkait dengan kritik yang dilontarkan oleh masyarakat sekitar UI terhadap pengabdian masyarakat yang dianggap minim, Bachtiar meresponnya dengan santai, “Kita harus menerima kritikan dan mawas diri. Tapi saya juga ingin bertanya, sebelum ada UI di Depok, apa hal yang bisa ditonjolkan dari Depok? Pembangunan UI ini juga mengangkat nama Kota Depok yang menyebabkan Depok sendiri ikut bergerak.” Kemudian ia menambahkan, “Dulu wilayah UI ini kebun karet dan karena pembangunan UI, terpaksa para buruh karet itu di-PHK. Untuk menyelesaikan masalah ini, jelas jalan keluarnya bukan merubuhkan UI dan membangun kebun karet lagi. Maka, UI menyediakan perkebunan belimbing, dimana belimbing yang diproduksi adalah belimbing yang lebih enak, lebih berisi, dan tahan hama. Kira-kira seperti itulah keselarasan riset dan pengabdian masyarakat UI.”

Sistematika Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat dalam memutuskan program apa yang akan dibuat untuk masyarakat adalah dengan mengajukan tender kepada dosen-dosen untuk mengadakan riset bersama mahasiswa yang hasilnya bermanfaat bagi masyarakat. Setelah itu, kelayakan proyek tersebut akan dinilai oleh UI. Apabila layak, akan mendapatkan dana hibah sebesar 50 juta rupiah bagi dosen dan mahasiswa tersebut. Total dana yang digelontorkan untuk program pengabdian masyarakat sendiri untuk tahun 2010 lalu adalah sebesar Rp 2,9 milyar yang ditujukan untuk pembangunan di seluruh Indonesia. Angka tersebut hanya sebagian kecil dari seluruh dana riset dan pembangunan masyarakat UI, karena dana resminya sendiri sebesar Rp 1,2 triliun.

“Kita memang tidak bisa memuaskan semua pihak,” Bachtiar mengakui, “tapi UI tetap berusaha memberi yang terbaik, terutama bagi warga yang memang langsung bersentuhan dengan UI. UI tidak mengeksklusifkan diri lho, jadi warga bisa menikmati fasilitas yang ada di UI. Waktu Lebaran pun masyarakat diizinkan untuk shalat Ied di MUI. InI juga salah satu wujud pengabdian masyarakat kepada warga sekitar.” Akhirnya, Bachtiar menutup dengan, “Kritikan ini tujuannya sangat baik, yakni untuk kebaikan UI itu sendiri. Kami akan menindaklanjuti kritikan ini dengan mengkomunikasikannya kepada pihak yang berwenang. Dengan adanya media perantara dari masyarakat sekitar UI dengan pihak UI (pihak EconomicaPapers, red), semoga ke depannya bagian riset dan pengabdian masyarakat bisa memuaskan semua pihak,” harapnya.

Perbedaan paradigma tentang pengabdian masyarakat yang dimaksudkan pihak Rektorat UI dan masyarakat disekitar UI wajar adanya. Pihak Rektorat UI yang memiliki visi sebagai world class research university mengedepankan pengabdian masyarakat berdasarkan riset yang telah dan dilakukan, ditambah lagi dengan cakupan penerapan riset yang dilakukan bukan hanya wilayah Depok saja, melainkan seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan apa yang dimaksud dengan pengabdian masyarakat versi masyarakat sekitar UI adalah kegiatan-kegiatan yang menyentuh langsung kepentingan mereka, seperti penyediaan pendidikan dan pembangunan langsung lingkungan di sekitar tempat mereka tinggal.

Niatan untuk berkontribusi pada pembangunan Indonesia secara keseluruhan tentunya merupakan niat yang sangat mulia. Tapi ada baiknya jika kontribusi itu dimulai dari hal-hal yang paling dekat dengan wilayah kampus kita sendiri. Menjalin komunikasi yang baik antara pihak universitas dan masyarakat tentu suatu hal yang mutlak untuk dilakukan agar kritik mengenai eksklusivitas UI, tak lagi terlontar.

(Bayu Tegar Perkasa, Pungky Agusta, Alia Noor Anoviar, Desi Sri Wahyu Utami, Al Khansa Shalihah, dan Arlita Puspawati)

*tulisan dimuat dalam rubrik Tulisan Utama pada Economica Papers 51

Sumber : http://penerbitanboe.wordpress.com/2011/07/02/mengkaji-dampak-keberadaan-universitas-indonesia-terhadap-kota-depok-dan-masyarakat-sekitar-ui/

Tidak ada komentar: