Berikan masukan, kritik, saran, dukungan, berita, laporan warga + apa aja dech yg perlu di ketahui ame warga Depok ke email : walikotagaul@yahoo.com

Minggu, 18 Juli 2010

KANDIDASI, KLAIM, DAN KEPUTUSAN POLITIK



Oleh: Ikhsan Darmawan*)

Dimuat di Harian Monitor Depok, 6 Juli 2010

Dalam hitungan beberapa bulan ke depan, Kota Depok akan menggelar Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) untuk memilih pemimpin kota ini untuk periode 2011-2016. Jika tidak terjadi perubahan, maka pada tanggal 16 Oktober 2010 akan menjadi hari-H pemungutan suara.
Hal yang menjadi bahan pembicaraan sejumlah pihak, seperti politisi dan akademisi, di Kota Depok adalah menonjolnya persoalan kandidasi (pencalonan) untuk posisi walikota dan atau wakil walikota yang banyak berbuntut pada ketidakpuasan baik di kalangan internal pengurus partai politik (parpol) maupun di kalangan grassroot (akar rumput). Sekedar menunjukkan contoh, di tubuh Partai Golkar timbul kekecewaan dari Naming Bothin dan pendukungnya dikarenakan DPP Partai Golkar memutuskan akan mendukung Badrul Kamal sebagai calon walikota. Tidak terlampau jauh berbeda, di Partai Demokrat juga terdapat perbedaan pandangan dari bakal calon Agung Witjaksono mengenai perbedaan antara rekomendasi dan keputusan. Dukungan yang diberikan kepada pasangan Badrul Kamal-Supriyanto dalam kacamata Agung Witjaksono tidak lebih hanyalah rekomendasi dan belum berwujud keputusan (akhir) Partai Demokrat. Begitu juga, gejala riak-riak politik tidak terkecuali juga menghinggapi PDI-Perjuangan. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa hal ini bisa terjadi dan apa saja konsekuensinya?

Klaim dan Keputusan Politik
Klaim (pengakuan) politik adalah berbeda dengan keputusan politik. Klaim politik adalah pengakuan sepihak dari satu atau lebih bakal calon bahwa dia atau mereka adalah bakal calon walikota atau wakil walikota. Klaim politik dapat dicirikan: pertama, tidak memerlukan legitimasi dari parpol dan dapat pula dilakukan oleh calon independen. Kedua, klaim politik bisa berjumlah lebih dari satu.
Di banyak jalan di Kota Depok belakangan ini kita lumayan sering melihat banyak bakal calon Walikota Depok maupun calon Wakil Walikota Depok memasang baliho klaim politik sebagai bakal calon. Klaim politik sebetulnya dapat dinilai sebagai salah satu hal yang sah-sah saja apabila dilakukan oleh banyak orang sepanjang klaim politik itu hanyalah untuk meramaikan ‘pesta demokrasi lokal’ Kota Depok.
Sedangkan, yang berikutnya, yakni keputusan politik adalah dukungan resmi parpol terhadap salah satu pasangan calon walikota dan wakil walikota. Bedanya dengan klaim politik adalah pada sisi legitimasi dan jumlah. Keputusan politik pada umumnya dan seharusnya berjumlah satu. Jika terdapat keputusan politik yang lebih dari satu, boleh jadi hal itu disebabkan oleh adanya perpecahan di dalam parpol.
Yang terjadi di beberapa parpol Kota Depok dalam kaitannya dengan kandidasi walikota dan wakil walikota bermuara pada maraknya klaim politik di parpol-parpol tersebut. Hal itu belum termasuk klaim politik yang juga dilakukan oleh kandidat-kandidat yang ‘berminat sendiri’ dan bahkan tidak memiliki afiliasi politik sama sekali dengan parpol manapun.
Ramainya klaim politik tadi disebabkan oleh sejumlah hal. Pertama, masih relatif panjangnya waktu untuk sampai ke tahap pendaftaran calon oleh parpol ke KPUD untuk calon yang diusung oleh parpol. Sedangkan, untuk calon independen, akhir Juni ini malah telah masuk pada tahap verifikasi.
Kedua, masih cukup cairnya konstelasi politik Kota Depok. Meskipun beberapa parpol telah mengeluarkan keputusan dan atau rekomendasi politik mendukung calon tertentu, parpol-parpol masih belum selesai menghitung kemungkinan-kemungkinan siapa bakal calon yang akan mereka usung dalam Pemilukada nanti. Indikasinya adalah dalam beberapa minggu yang lalu, pergantian wacana siapa bakal calon yang akan didukung oleh salah satu parpol, misalnya, sangat sering terjadi.
Ketiga, begitu kentalnya motif persaingan kepentingan. Dapat dimafhumi bahwa baik bakal calon maupun parpol memiliki kepentingan masing-masing yang tidak menutup kemungkinan saling berbenturan.

Konsekuensi
Berbicara konsekuensi, dapat dibagi menjadi konsekuensi untuk parpol dan untuk masyarakat Kota Depok. Bagi parpol, jelas kandidasi ini merupakan hal yang akan kontraproduktif apabila tidak ditangani segera. Friksi yang terjadi jangan sampai menjalar berubah menjadi salah satu potensi konflik internal parpol itu sendiri. Di Partai Golkar, contohnya, pasca keputusan Partai Golkar yang tidak memutuskan mendukung dirinya, Naming Bothin mewacanakan akan keluar dari Partai Golkar.
Konsekuensi kedua, untuk parpol adalah tidak solidnya dukungan internal parpol terhadap pasangan calon yang nantinya akan didukung oleh parpol tersebut dalam Pemilukada. Hal yang jamak terjadi adalah beralihnya dukungan di tingkat grassroot (akar rumput) parpol. Siapa kandidat definitif yang di-endorse oleh parpol ‘digembosi’ oleh sebagian pendukungnya sendiri karena dianggap calon itu tidak sesuai dengan pilihan mereka.
Terakhir, bagi masyarakat Kota Depok, berubah-ubahnya isu mengenai siapa yang didukung oleh parpol-parpol jelas membuat masyarakat Kota Depok bingung. Pasalnya, kesan yang dapat diambil adalah bahwa selama ini tidak terdapat perbedaan antara klaim politik dan keputusan politik tentang calon walikota dan wakil walikota.

*) Penulis adalah Staf Pengajar Ilmu Politik FISIP UI

Tidak ada komentar: